Dompu,-Mantan Anggota DPRD Dompu, H. Didi Wahyudi, SE (HDW) mengatakan, penerbitan SK Honorer Daerah (Honda) tahun 2023-2024 yang di indikasikan dilakukan oleh Kepala BKD dan PSDM Kabupaten Dompu, mulai jelang hingga ke pasca Pilkada 2024 kemarin, itu berada pada pembebanan pembiayaan APBD II semata.
Disisi lain juga, perlu di ketahui bersama bahwa muatan APBD II Dompu dari angka Rp.1,2 Triliun berdasarkan estimasi APBD Dompu saat ini, itu sudah termuat dalam klasifikasi Belanja Langsung Belanja Pegawai yang berkisar sekitar Rp.800 Milliar, kemudian ditambah lagi dengan Belanja Tidak Langsung sekitar Rp.60 sampai pada angka Rp.70 Milliar.
Itu khusus Belanja bagi Pegawai yang ASN, PPPK maupun Pegawai Honorer yang sudah lama mengabdi. Jadi estimasi beban Anggaran APBD II dari Belanja Pegawai yakni berkisar antara 60 sampai 70 persen bahkan mendekati pada angka 80 persen.
Lanjut HDW, dampak dari belanja Pegawai itu sehingga berakibat pada Belanja Publik lebih kurang sekitar angka Rp.300 Milliar yang diperuntukan belanja barang dan jasa, belanja modal, dan belanja lainnya termasuk belanja perjalanan dinas.
"Termasuk belanja publik yang akan menjadi skala prioritas yang akan mengakomodir, juga akan menjadi visi misi Bupati dan Wakil Bupati Dompu saat ini,"ujar HDW tegas.
Akibat semua ini, kata HDW, efek domino yang diduga dilakukan oleh seorang Kepala BKD dan bawahannya yang telah mengeluarkan dengan lantang SK Honda tahun 2023 dan tahun 2024 sehingga ikut pula membubuhi tanda tangannya.
"Yang lebih parah lagi bahwa SK Honda itu munculnya yakni jelang Pilkada atau sama halnya dengan sebutan SK Politik, jumlahnya di estimasi sekitar 500 hingga 600 SK. Jumlah itu berdasarkan info yang berkembang dan yang saya terima langsung,"tegas HDW.
HDW mengungkapkan bahwa, munculnya SK Honda dalam jumlah besar itu tidak hanya jelang Pilkada saja, justeru yang lebih parah ada penerbitan SK Honda pasca Pilkada 2024 kemarin itu berjumlah sekitar 200 SK Honda lagi.
"Dari estimasi antara 500 hingga 600 jumlah SK yang dikeluarkan, itu semua harus dibiayai lagi oleh APBD II pada tahun anggaran selanjutnya. Ini semua tidak pernah dipikirkan oleh Kepala BKD atau sejumlah pimpinan OPD lain yang mengusulkan pembuatan SK Honda ke BKD dan PSDM tersebut,"ungkap Politisi senior di DPC. Partai Gerindra Kabupaten Dompu ini.
Menurut HDW, seharusnya tugas yang melakukan ferivikasi dan evaluasi serta kalkulasi terhadap berkembangnya SK baik SK Honda maupun SK Dinas ditingkat Kabupaten Dompu NTB, itu berdampak pada pembiayaan yang bersumber dari APBD II sendiri.
Sehingga dampak dan efek domino akibat penerbitan SK ini, termasuk pada beberapa OPD seperti Dikpora, BKD dan PSDM, Dinas Pertanian, RSUD serta beberapa Puskesmas dengan sejumlah Kantor Kecamatan. Itu semua tinggal di distribusi oleh BKD dan itulah indikasinya saat ini.
Maka dengan indikasi ini, semuanya akan berdampak buruk pada lajunya ekonomi rakyat, lajunya pemerintah yang bersih ke depan dengan dampak yang terjadi ini. Oleh karena itu perlu dilakukan proses secara hukum kepada pihak-pihak terkait seperti Kepala BKD dan PSDM Kabupaten Dompu bahkan kepada siapapun yang ikut menanda tangani dan yang mengusulkan disitu, harus semuanya ikut bertanggung jawab.
Pertanyaannya, kenapa hal itu harus dilaporkan secara hukum, karena itu semua berdampak pada pembengkakan pembiayaan anggaran APBD II akibat SK yang terkesan bodong dan terkesan politis serta terkesan ajang bisnis tersebut, padahal disisi lain BKD sebagai badan tekhnis yang menangani pengembangan pegawai baik yang diproses melalui CPNS, PPPK, dan sebagainya kebawah, tentunya BKD yang lebih tau termasuk pegawai-pegawai yang sudah ada sebelumnya.
"Dengan jumlah pegawai yang banyak, baik itu dikalangan guru maupun dibidang kesehatan, sudah melampaui daripada batas formasi atau kebutuhan. Contoh kasus di BLUD RSUD Dompu, dalam 1 tupoksi kerja misalkan hanya tersedia 3 meja tapi disitu ada 10 petugas yang duduk,"urai HDW.
"Idealnya kalau dalam 1 ruangan hanya ada 3 sampe 4 meja paling tidak 5 orang lah pegawainya. Tapi justeru yang terjadi kalau 1 meja dalam 1 ruangan itu ada 4 bahkan 15 orang yang harus menempatinya. Inilah dampak buruk yang terjadi di BKD dan PSDM Dompu yang tidak menggunakan akal sehatnya, tidak menggunakan tekhnis dan pikirannya yang rasional sehingga mengakibatkan oada anggaran negara yang terkuras habis oleh SK bernuansa Politik, dan SK yang sifatnya tidak jelas dan tidak dibutuhkan oleh daerah, tapi ini justeru indiasi mengarah ke ajang Perpolitikan dan ajang kepentingan bisnis bagi BKD dan PSDM sendiri,"jelas H. Didi Wahyudi.
Terkait hal itu Kepala BKD dan PSDM Kabupaten Dompu, Drs. Arif Munandar yang dimintai tanggapannya oleh media ini via pesan whats app nya, belum menjawab.(amin)