Top Menu

DaerahNews

Menanti Gerak Koperasi Merah Putih: Suara dari Desa Padasuka

Redaksi
Minggu, 12 Oktober 2025, Oktober 12, 2025 WAT
Last Updated 2025-10-12T16:50:02Z
.       Kades Padasuka, Mahligi

Sumbawa, NTB - Menjelang waktu salat Jumat, 10 Oktober 2025, udara di kantor Desa Padasuka, Kecamatan Lunyuk, terasa teduh. Kepala Desa Mahligi duduk di ruang kerjanya yang sederhana, dikelilingi tumpukan berkas rencana kerja dan proposal kegiatan desa. Di luar jendela, halaman kantor tampak lengang. Hanya beberapa warga yang melintas pelan, menandai hari yang beranjak menuju siang.

Di sela kesibukannya, Mahligi berbicara panjang tentang program Koperasi Merah Putih, yang digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Ia menyambut gagasan itu sebagai gerakan ekonomi baru, tapi juga mengakui bahwa di lapangan, program ini belum sepenuhnya berjalan.

“Kalau di Kabupaten Sumbawa, hampir semua desa masih sama posisinya,” ujarnya. “Kita belum mengeksekusi secara langsung bentuk kegiatan koperasi ini, karena masih menunggu kebijakan dan arahan pemerintah.”

Meski begitu, Mahligi memastikan Desa Padasuka telah menyiapkan seluruh persyaratan administratif. Dokumen dan legalitas koperasi sudah lengkap dan terdaftar melalui Kementerian Hukum dan HAM. “Tinggal menunggu perintah pelaksanaan. Kita siap, tinggal menunggu bimbingan teknis dari pihak terkait,” katanya.

Menurutnya, salah satu kendala utama adalah belum adanya pembinaan dan pelatihan resmi bagi para pengurus koperasi di tingkat kabupaten dan desa. “Kami ini diperintahkan untuk mendukung penuh, tapi pengurus belum dipanggil secara khusus untuk pembinaan. Sehebat apa pun pengurus, tanpa bimbingan itu program tidak akan maksimal,” ujarnya.

Mahligi menyebut, struktur pengurus Koperasi Merah Putih di tingkat kabupaten sudah terbentuk lengkap, dari ketua, sekretaris, hingga bidang-bidang usaha. Mereka kini menunggu undangan untuk duduk bersama membahas mekanisme kerja. “Kita ingin segera tahu apa tugas dan tanggung jawab masing-masing agar bisa mulai bergerak,” katanya.

Di Padasuka, pemerintah desa telah mengidentifikasi potensi ekonomi dari tujuh dusun. Mayoritas bergerak di sektor usaha kecil dan pertanian, seperti penyediaan bibit dan pupuk bagi petani. “Kalau untuk perikanan, kita tidak punya laut. Jadi fokusnya ke UMKM dan usaha pertanian,” jelasnya.

Mahligi memandang program koperasi ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo untuk menghidupkan kembali semangat gotong royong ekonomi rakyat, seperti masa kejayaan koperasi di era Presiden Soeharto. “Pak Prabowo mencontoh hal baik itu. Cuma sekarang tinggal bagaimana kesiapan kita di era sekarang untuk bisa mengikuti keberhasilan masa lalu itu,” katanya.

Bagi Mahligi, koperasi bukan sekadar wadah simpan pinjam. Ia ingin menjadikannya sarana memperkuat kemandirian warga. Karena itu, ia berhati-hati menanggapi harapan masyarakat agar koperasi bisa menjadi tempat pinjam modal seperti bank.

“Kalau cuma pinjam uang, itu rawan,” ujarnya. “Kami belajar dari pengalaman program sebelumnya—ada yang gagal karena pengembalian macet. Jadi kami ingin sistemnya berbentuk barang, misalnya bibit atau pupuk, yang bisa dibayar setelah panen. Itu lebih aman dan sesuai kebutuhan petani.”

Mahligi juga menegaskan, pemerintah desa akan bertindak sebagai pembina, fasilitator, sekaligus pengawas koperasi. Namun soal pelaporan dan pertanggungjawaban tetap menjadi kewenangan pengurus. “Kami awasi, tapi mereka yang bertanggung jawab menjalankan,” katanya.

Untuk soal pendanaan, ia masih menunggu regulasi resmi. “Ada yang bilang dananya dari dana desa, ada yang dari perbankan. Prinsipnya, kalau sudah ada aturan yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan, kami akan laksanakan,” ujar Mahligi.

Di luar program koperasi, Desa Padasuka juga mencatat sejumlah capaian dari program Dana Desa tahun 2024 dan 2025. Fokus utamanya pada ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

“Kita jalankan program produksi beras lewat Lumbung Pangan Sumber Barokah,” ujar Mahligi. Desa membeli gabah dari petani lokal dengan harga bersaing, menjemurnya, lalu menggiling dan memasarkan hasilnya kepada warga dengan harga terjangkau. Program ini dikelola bersama BUMDes, yang menjadi mitra utama dalam pemasaran beras ke kios-kios desa.

Namun, keterbatasan modal membuat kegiatan itu belum maksimal. “Dana desa untuk ketahanan pangan hanya sekitar 20 persen. Kalau dihitung, sekitar 240 juta rupiah per tahun, dan itu terbagi untuk berbagai kegiatan seperti jalan usaha tani dan saluran irigasi,” jelasnya.

Untuk tahun 2025, Mahligi menargetkan normalisasi drainase dan penimbunan jalan lingkungan di semua dusun. Sedangkan pada tahun 2026, pemerintah desa merencanakan pengaspalan jalan utama menuju masjid dan sekolah PAUD, serta jalan pendidikan menuju Pondok Pesantren.

“Saat ini kita tinggal menunggu pencairan dana. Semua rencana sudah disepakati lewat musyawarah desa dengan BPD dan masyarakat,” katanya.

Mahligi menutup percakapan dengan nada optimistis. Baginya, pembangunan desa tak hanya soal infrastruktur, tapi juga soal kemandirian ekonomi warga. “Kalau ekonomi masyarakat mandiri, apapun bentuk pembangunan akan bisa dilaksanakan dengan baik,” ujarnya. “Insyaallah kami sangat optimis. Kalau ini berjalan, masyarakat kita tidak lagi sekadar menunggu bantuan.” (bgs)

TrendingMore