Top Menu

DaerahNews

Menanti Gerak Nyata Koperasi Merah Putih di Ujung Selatan Sumbawa

Redaksi
Selasa, 21 Oktober 2025, Oktober 21, 2025 WAT
Last Updated 2025-10-21T13:55:46Z
Foto: Camat Lunyuk saat dikonfirmasi diruang kerjanya oleh media ini

Sumbawa, NTB — Suara palu menancapkan batu pertama di atas lahan kosong menjadi simbol harapan baru bagi warga Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa. Di balik dentuman logam yang menembus tanah itu, tersimpan mimpi tentang perubahan ekonomi dari pinggir selatan Pulau Sumbawa — sebuah wilayah yang selama ini hidup dari hasil tani dan laut, namun masih menanti sentuhan nyata pembangunan.

Program Koperasi Merah Putih, yang digagas secara nasional sebagai gerakan ekonomi rakyat berbasis desa, mulai menggeliat di berbagai daerah. Namun di Lunyuk, gema semangat itu masih seperti angin yang berembus pelan — terdengar, tapi belum terasa.

“Dari pemerintah provinsi maupun kabupaten sampai saat ini belum ada informasi resmi yang kami terima,” ujar Mahligi, Kepala Desa Padasuka, ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (20/10/2025).

Menurutnya, informasi yang beredar baru berasal dari Babinsa yang menerima kabar adanya rencana pembentukan koperasi di tingkat koramil. “Informasinya belum jelas. Jadi kami di desa masih menunggu arahan lebih lanjut,” katanya.

Mahligi menjelaskan, sejak pengurus koperasi dibentuk, belum ada sosialisasi maupun pembinaan dari instansi terkait. Padahal, ia menilai Koperasi Merah Putih bisa menjadi wadah penting bagi masyarakat untuk membangun ekonomi mandiri. “Terus terang, ini hal yang sangat penting, tapi belum bisa terlaksana,” ujarnya.

Meski begitu, antusiasme warga tidak surut. Sejak program ini diwacanakan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto, masyarakat berharap koperasi ini dapat menjadi “mesin” baru penggerak ekonomi desa. “Antusiasme mereka tinggi sekali. Tapi selama belum berjalan di tingkat bawah, belum ada yang bisa kami banggakan,” kata Mahligi.

Ia berharap pemerintah segera menurunkan petunjuk teknis agar koperasi dapat beroperasi. “Kalau aturannya sudah jelas dan dananya ada, silakan segera dieksekusi. Masyarakat sudah menunggu lama,” ujar Mahligi.

Di ruang kerjanya yang tak jauh dari pantai selatan, Camat Lunyuk Anhuyas, S.STP., M.Si., mengungkapkan pandangan senada. Baginya, Koperasi Merah Putih bisa menjadi solusi konkret untuk persoalan ekonomi yang paling dirasakan warga: kelangkaan gas elpiji tiga kilogram.

“Selama ini masyarakat sulit mendapatkan tabung gas melon. Harganya tidak sesuai standar,” kata Anhuyas.

Hasil inspeksi kecamatan menunjukkan harga gas di pangkalan bisa mencapai Rp.20–25 ribu per tabung, melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). “Kami berharap koperasi ini bisa membantu masyarakat mendapatkan gas secara merata dengan harga sesuai ketentuan,” ujarnya.

Ia menuturkan, laporan kelangkaan gas sudah disampaikan ke kabupaten, dan pemerintah daerah telah membentuk Satgas Khusus LPG untuk menindaklanjutinya. “Koordinasi dengan kepala desa berjalan terus. Mereka menanyakan kapan juklak dan juknis koperasi keluar. Antusias sekali,” katanya.

Menurut Anhuyas, tujuh desa di Kecamatan Lunyuk telah membentuk kepengurusan koperasi. Tinggal menunggu pelaksanaan di lapangan. “Untuk sementara, pemerintah desa bisa memanfaatkan bangunan yang ada dulu sambil menyiapkan anggaran pembangunan melalui Dana Desa,” jelas Anhuyas.

Dari sisi pertahanan wilayah, dukungan datang dari jajaran TNI. Danramil 1607-07/Lunyuk, melalui Sersan Mayor Rustam, menyebut bahwa Koramil saat ini menjalankan instruksi dari komando atas untuk mendata lokasi pembangunan koperasi.
“Kami diperintahkan mendata lahan di setiap desa di wilayah Lunyuk yang akan dijadikan lokasi bangunan Koperasi Merah Putih,” jelas Rustam saat dihubungi via telepon, Selasa (21/10/2025).

Ia menjelaskan, ada beberapa desa yang sudah menyiapkan lahan kosong milik desa maupun pemerintah daerah. Namun sebagian besar belum memenuhi spesifikasi dari PT Agrinas, pihak ketiga pelaksana proyek, yang mensyaratkan luas lahan 10 are berbentuk persegi 30 x 30 meter.

“Harga tanah di Lunyuk sekarang cukup tinggi, bisa lebih dari Rp100 juta per are, jadi mencari lahan sesuai kriteria itu tidak mudah,” ujarnya.

Rustam menegaskan, Koramil berperan sebagai pengawas dan pendamping di lapangan.“Koramil ini ujung tombak. Apa pun program pemerintah, kami tetap melakukan pendampingan dan pengawasan. Karena ini program nasional, tentu kami dukung penuh,” tegasnya.
Foto: Tim gabungan Kecamatan Lunyuk bersama Babinsa dan perangkat desa mendatangi pangkalan LPG 3 kg ntuk mendata dan mensosialisasikan HET, guna mencegah kelangkaan serta penyimpangan distribusi gas bersubsidi.

Menurutnya, beberapa desa sudah menyiapkan administrasi dan struktur koperasi, namun terkendala pada aspek lahan.“Bentuk bangunannya sudah ada gambarannya, seperti minimarket skala kecil. Tapi belum ada lokasi yang benar-benar cocok,” katanya.

Koordinasi antara Babinsa, pemerintah desa, dan kecamatan disebut berjalan baik.“Dari beberapa bulan lalu sudah ada verifikasi lokasi. Kami menilai, kalau koperasi ini nanti bisa menyalurkan gas LPG 3 kilogram langsung ke masyarakat, akan jauh lebih efisien dan berpihak pada warga kecil,” tambahnya.

Meski petunjuk teknis dari Kodim belum turun, Koramil terus mendorong pemerintah desa agar menyiapkan lahan sesuai standar.

 “Kalau nanti sudah siap, rencananya akan ada kegiatan peletakan batu pertama di setiap koramil,” ungkap Rustam.

Bagi Rustam, program ini lebih dari sekadar proyek ekonomi; ini adalah kebangkitan semangat gotong royong.

“Ini kebangkitan semangat yang dulu sempat pudar. Sekarang dibangkitkan lagi, sangat positif bagi masyarakat,” ujarnya.
Kepala Desa Padasuka, Mahligi

Ia menutup percakapan dengan nada optimistis: “Kami sangat mendukung penuh. Apalagi kami di lapangan setiap hari berhadapan langsung dengan masyarakat. Mau tidak mau, kami ikut mendorong agar program ini benar-benar jalan," tutup Rustam.

Membangun dari Selatan 

Baik kepala desa, camat, maupun Koramil sama-sama menaruh harapan besar pada program ini. Di Lunyuk, koperasi bukan sekadar lembaga ekonomi, tapi simbol kemandirian dan kebersamaan desa.

Dari ruang-ruang kantor sederhana hingga lahan kosong yang menunggu pondasi pertama, semangat itu terasa. Warga berharap Koperasi Merah Putih tak berhenti sebagai wacana pusat, tapi benar-benar menjadi gerakan ekonomi baru dari pinggiran — membangun dari bawah, dari tangan masyarakat sendiri.(Jun/bgs)

TrendingMore