Top Menu

daerahnews

Pembangunan yang Tertunda di Desa Jamu: Antara Jalan, Gedung Olahraga, dan Harapan Petani

Redaksi
Selasa, 11 November 2025, November 11, 2025 WAT
Last Updated 2025-11-12T02:35:57Z
Foto : Masharuddin Kades Jamu Kecamatan Lunyuk menunjukkan kondisi gedung sarana olahraga di belakang kantor desa kepada Lintas Samudera.com

Sumbawa, NTB-Siang itu, di bawah langit mendung Lunyuk, Masharuddin berdiri di depan tembok bata merah yang belum selesai. Dengan seragam cokelat khas kepala desa, tangannya menunjuk ke arah bangunan setengah jadi di belakang kantor Desa Jamu. 

“Ini baru sekitar empat puluh persen,” katanya, saat dikonfirmasi oleh media ini, Senin (10/11/2025). Suaranya menahan kecewa. Gedung sarana olahraga yang direncanakan menjadi kebanggaan warga Jamu itu masih berupa dinding tanpa atap, jendela, atau lantai.

Bagi Kepala Desa Jamu itu, proyek tersebut bukan sekadar bangunan. Ia simbol cita-cita kecil sebuah desa yang ingin bangkit lewat keringat warganya sendiri. Tapi, seperti banyak kisah di pelosok Sumbawa, pembangunan di Desa Jamu terantuk pada keterbatasan dana dan rendahnya partisipasi masyarakat.

Dari total anggaran tahun 2025 sebesar Rp1,8 miliar, sebagian besar dialokasikan untuk kebutuhan rutin dan insentif sosial.
“Dana Desa (DD) kami Rp942 juta, Dana Alokasi Desa sekitar Rp800 juta, dan bagi hasil pajak Rp180 juta. Tapi yang bisa diarahkan ke pembangunan fisik hanya sekitar lima ratus sampai enam ratus juta,” ujar Masharuddin.

Menurutnya, partisipasi warga menjadi tantangan tersendiri.“Kalau dengar ada dana desa, masyarakat pikir semua sudah ditanggung pemerintah. Jadi untuk kerja bakti atau swadaya, agak sulit,” ujarnya sambil tersenyum kecut.

Masalah lain datang dari regulasi. Sejumlah permintaan masyarakat seperti bantuan untuk masjid atau aula desa tidak bisa diakomodasi karena tidak diperbolehkan menggunakan Dana Desa.“Sementara itu kan yang paling mereka harapkan,” tambahnya.

Hampir seluruh penduduk Desa Jamu hidup dari tanah—bertani padi dan jagung.

“Sembilan puluh sembilan persen warga kami petani. Tidak ada nelayan di sini,” ujar Masharuddin.

Akses jalan menjadi urat nadi utama bagi kehidupan ekonomi mereka. Sejak tahun 2016, pemerintah desa membuka jalan penghubung antara Dusun Krida dan Dusun Jamu, tapi setiap musim hujan jalan itu kembali rusak.

“Setiap tahun pasti kita anggarkan untuk peningkatannya,” ujarnya.

Peningkatan infrastruktur jalan menjadi prioritas karena jarak antara dusun dan pusat pemerintahan desa cukup lumayan jauh. Masharuddin ingin memastikan hasil panen warganya bisa keluar dari dusun tanpa terjebak lumpur, seperti yang sering terjadi dulu.

Selain infrastruktur, Desa Jamu kini menaruh harapan besar pada berdirinya Koperasi Merah Putih Desa (Kopdes).

“Sudah ada akta notaris dan izin INB-nya, tinggal implementasi,” kata Masharuddin.

Ia menyebut, koperasi ini diharapkan menjadi wadah ekonomi produktif bagi petani—bukan sekadar simpan pinjam, tapi penyedia sarana pertanian dan pembeli hasil panen langsung di lapangan.

“Selama ini masyarakat membawa hasil pertanian ke permukiman, menimbulkan banyak sampah dan dampak lingkungan. Kalau koperasi bisa membeli langsung di lokasi panen, hasilnya lebih bersih dan efisien,” ujarnya.

Pihak TNI Koramil Lunyuk turut mendampingi pembentukan koperasi ini. Lahan seluas 10 are di depan kantor desa telah disiapkan sebagai kantor koperasi, memanfaatkan aset milik Pemerintah Kabupaten Sumbawa.

Gedung sarana olahraga di belakang kantor desa yang kini mangkrak menjadi simbol keterbatasan pembangunan di desa itu. Dari anggaran Rp250 juta, baru 40 persen pekerjaan yang rampung.

“Masih banyak yang belum, seperti atap, lantai, gudang belakang, jendela, dan pintu. Pembangunan ini sudah tiga tahun jalan, dari pondasi, tiang, sekarang baru tembok,” jelasnya.

Keterbatasan dana membuat proyek ini berjalan lambat. Masharuddin berharap ada uluran tangan dari pihak swasta, termasuk perusahaan tambang seperti PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), yang beroperasi di Kabupaten Sumbawa Barat.

“Kami sudah berkomunikasi dengan pihak perusahaan, mudah-mudahan tahun depan ada dukungan melalui program CSR,” katanya.

Meski beroperasi di wilayah berbeda, AMNT kerap menjadi rujukan sejumlah desa di Pulau Sumbawa dalam pelaksanaan program tanggung jawab sosial (CSR). Desa Jamu pun berharap bisa menjadi bagian dari jejaring itu, khususnya untuk mendukung penyelesaian pembangunan sarana olahraga dan kegiatan masyarakat desa.

Meski dihadapkan pada banyak kendala, semangat Masharuddin tak surut. Ia masih yakin Desa Jamu bisa mandiri dengan gotong royong.

“Kalau hanya mengandalkan dana desa, pembangunan kita lambat sekali. Harapan kami, masyarakat tetap mau berpartisipasi,” ujarnya.

Setiap bulan, pemerintah desa masih menyisihkan anggaran kecil untuk insentif enam guru ngaji—Rp500 ribu per orang.
“Itu tidak terlihat seperti bangunan, tapi manfaatnya besar,” tambahnya.

Desa Jamu memang belum sempurna. Tapi di sela bata merah dan rumput liar yang tumbuh di bangunan belum jadi itu, tersimpan tekad kuat. Tekad untuk membangun dari bawah, dari tangan-tangan petani yang setiap hari menggantungkan hidup pada tanah, dan dari seorang kepala desa yang tak henti menunjukkan arah meski jalannya masih terjal.(bgs)

TrendingMore