Foto Bersama antara Bupati Sumbawa, pejabat PUPR, Dinas Pertanian, Bappeda, Ketua Forum P3A NTB, dan ratusan peserta.
Sumbawa Besar, NTB-Di ruang Aula H. Madilaoe ADT, lantai tiga Kantor Bupati Sumbawa, Kamis pagi itu, deru pendingin ruangan berpadu dengan tawa peserta.
Lebih dari 400 orang dari berbagai kecamatan duduk rapi menghadiri kegiatan Pembinaan Kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan P3A (GP3A), dan Induk P3A (IP3A) yang digelar oleh Dinas PUPR Kabupaten Sumbawa bekerja sama dengan Forum Komunikasi P3A NTB.
Acara turut dihadiri Sekretaris Daerah Kabupaten Sumbawa, Asisten Perekonomian dan Pembangunan, serta para kepala OPD terkait.
Suasana hangat terasa sejak awal ketika Bupati Sumbawa, Ir. H. Syarafuddin Jarot, M.P., membuka acara dengan pantun yang mengundang tawa:
“Jalan-jalan ke pasar malam, jangan lupa membeli pinang.
Yang lantang menjawab salam, saya doakan lunas utang.”
Tawa pun pecah di seluruh ruangan. Namun sesudahnya, suasana berubah khidmat ketika Bupati berbicara tentang hal paling vital bagi kehidupan petani Sumbawa: air.
Dalam arahannya, Jarot menegaskan bahwa Sumbawa memiliki bentangan lahan terluas di NTB, setara dengan gabungan lima kabupaten di Pulau Lombok. “Potensi kita luar biasa besar,” ujarnya.
“Tapi sebesar apa pun potensi itu, tak akan bermakna bila airnya tak teratur dan kelembagaannya lemah.”
Ia menambahkan, sumber daya air yang berlimpah tidak akan memberi manfaat tanpa tata kelola yang baik. Karena itu, peran kelembagaan seperti P3A, GP3A, dan IP3A menjadi penting untuk menjaga kesinambungan sistem irigasi dan ketersediaan air bagi petani.
Dengan gestur tegas namun bersahabat, Jarot menekankan tiga kunci penguatan kelembagaan petani: legalitas, kapasitas, dan kolaborasi.
“Legalitas harus jelas. Kalau pengurusnya berganti tapi dokumennya masih lama, nanti susah mengakses bantuan. Kapasitas juga penting — pengurus harus mampu berhitung, mencatat, dan mengelola kegiatan. Jangan hanya nama di papan,” ujarnya.
Foto: Kadis Pertanian Sumbawa, menyerahkan penghargaan kepada perwakilan P3A berprestasi sebagai bentuk apresiasi atas pengelolaan irigasi terbaik.
Foto : Bupati Jarot menyampaikan arahan pada kegiatan Pembinaan Kelembagaan P3A, GP3A, dan IP3A
Ia menegaskan perlunya komunikasi lintas dinas antara Pertanian, PUPR, dan Bappeda.
“Tidak bisa jalan sendiri. Kita ingin legalitas dan administrasi mereka rapi supaya usulan diterima dan dapat pembiayaan,” katanya.
Bupati juga mengungkapkan rencana pembentukan Satgas Penanganan Air di tingkat kecamatan bersama Danramil, sebagai langkah konkret memastikan air mengalir hingga ke sawah petani.
“Kita tidak bisa biarkan saluran irigasi rusak begitu saja. Pengelolaan air juga tak boleh terpisah dari pelestarian sumbernya. Kalau hutan rusak, mata air pun hilang,” tegasnya.
Dari deretan kursi tengah, peserta tampak serius menyimak. Beberapa datang dari kecamatan jauh seperti Empang, Lunyuk, dan Tarano.
“Sudah lama kami tidak dikumpulkan seperti ini,” ujar seorang peserta GP3A sambil menatap layar proyektor yang menampilkan peta jaringan irigasi Sumbawa.
Kepala Dinas PUPR Kabupaten Sumbawa, Muhammad Sofyan, ST, menyebut kegiatan ini sebagai langkah strategis memperkuat sinergi antar-lembaga pengelola air.
“P3A tidak hanya soal teknis irigasi, tapi juga kelembagaan. Kalau struktur dan administrasinya kuat, pembinaan dan bantuan akan lebih mudah disalurkan,” katanya.
Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber dari Ditjen Bina Operasi dan Pemeliharaan Kementerian PUPR, BBWS NT-1, Dinas PUPR Provinsi NTB, serta Ketua Forum P3A NTB dan Kepala Bappeda Kabupaten Sumbawa, yang memberikan pembekalan teknis pengelolaan irigasi berkelanjutan.
Ketua Forum Komunikasi P3A NTB, Iwan Firmansyah, menyebut kegiatan ini sebagai momentum kebangkitan kelembagaan petani air.
“Selama ini banyak P3A hanya aktif ketika proyek turun, lalu vakum. Kelembagaan akan hidup bila pemerintah hadir secara aktif,” ujarnya.
Forum kini membangun jejaring di delapan kabupaten dan dua kota di NTB, dimulai dengan audiensi ke pemerintah daerah untuk menyusun peta jalan pembinaan irigasi terpadu.
“Kami ingin hubungan antara pemerintah dan lembaga pengelola irigasi bukan hanya insidental, tapi berkelanjutan dan menjadi kewajiban moral,” katanya.
Iwan menambahkan, Forum juga mendorong Pemkab Sumbawa menyiapkan Perda kelembagaan pengelola irigasi dan perlindungan sumber daya air.
“Target kami sederhana,” ujarnya. “Lembaga yang mandiri, bisa mengelola air secara partisipatif, dan hidup dari hasil pertaniannya sendiri.”
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa, Ir. Ni Wayan Rusmawati, M.Si., menilai sinergi lintas dinas ini sebagai langkah strategis memperkuat ketahanan pangan.
“Pertanian tak bisa jalan tanpa air, dan air tak bisa diatur tanpa kelembagaan yang kuat,” ujarnya.
Ia mengakui banyak P3A yang hanya aktif ketika ada proyek. “Begitu ada pembinaan, semangat mereka hidup lagi. Jadi perhatian rutin pemerintah itu kunci,” katanya.
Foto: Ketua Forum P3A NTB menyampaikan materi kepada peserta kegiatan pembinaan kelembagaan di Aula Kantor Bupati Sumbawa.
Menurutnya, Sumbawa memiliki lebih dari 5.070 kelompok tani terdaftar di SIMLUHTAN, sebagian besar bagian dari struktur P3A. “Kalau kelembagaannya kuat, irigasi terkelola baik, petani pun naik kelas,” ujarnya.
Rusmawati menambahkan harapannya agar kegiatan pembinaan semacam ini terus berlanjut:
"Kami berharap P3A yang terbentuk segera mendapat SK Bupati agar memiliki legalitas. Minimal dua kali pertemuan setiap tahun supaya semangat mereka tak lesu di lapangan. Dan pemerintah bisa memberi reward berupa lomba atau penghargaan bagi P3A berprestasi,” ujarnya.
Usai acara sekitar pukul 09.45, Bupati Jarot diwawancarai media ini di sela coffee break. Dalam suasana santai namun serius, ia menegaskan pentingnya keberlanjutan pembinaan.
“Jangan berhenti di forum hari ini,” katanya. “Saya minta camat dan satgas turun langsung ke lapangan, pantau saluran air, bantu kelompok tani. Kita ingin kerja nyata, bukan seremonial.”
Baginya, P3A bukan sekadar lembaga administratif, melainkan garda depan ketahanan pangan. “Kalau air mengalir lancar dan kelembagaan kuat, kita tidak hanya panen padi — kita panen kemandirian,” tegasnya.
Kegiatan hari itu ditutup dengan foto bersama antara Bupati, pejabat PUPR, Dinas Pertanian, Kepala Bappeda, Ketua Forum P3A NTB, dan ratusan peserta. Sorak-sorai petani menandai semangat baru yang lahir dari ruangan berkarpet merah itu.
Bagi banyak peserta, acara ini bukan sekadar pelatihan teknis, melainkan simbol kebangkitan — bagaimana petani, pemerintah, dan pengelola air berjalan seirama membuka generasi baru pengelolaan air yang partisipatif dan mandiri.(Winda/Bgs)
