Ketika seseorang mengalami infeksi, tubuh akan merespon dengan cara memanggil berbagai sel-sel imun. Sel-sel ini akan berusaha untuk mengelminasi kuman penyebab penyakit dalam tubuh. Namun, ada kalanya infeksi sudah meluas ke berbagai organ dalam tubuh. Akibatnya, terjadi kekacauan dari sistem imun, yang malah berakibat buruk pada tubuh.
Ilustrasi di atas menggambarkan bagaimana sepsis terjadi. Gejala awal yang terlihat meliputi demam, rasa menggigil, nafas yang cepat dan lemas. Pada tahap lanjut, sepsis dapat menyebabkan perubahan kesadaran, sesak nafas, hingga gangguan berbagai organ dalam seperti gangguan ginjal akut, penggumpalan darah dan gagal jantung.
Penanganan sepsis sebaiknya dilakukan sesegera mungkin. Penanganan secara dini dapat menurunkan angka kematian yang terjadi pada penderita sepsis. Berdasarkan pedoman sepsis di tahun 2021, penanganan sepsis sebaiknya dilakukan dalam 1 jam pertama sejak pertama kali datang ke fasilitas layanan kesehatan.
Pada dasarnya, penanganan awal pada sepsis sebenarnya tidaklah rumit. Pemberian cairan infus, antibiotik, dan pemantauan secara ketat merupakan kunci utama dalam menangani sepsis. Namun seringkali pasien baru terdiagnosis ketika kondisinya sudah memburuk.
Karena itulah, pasien-pasien sepsis seringkali harus mendapatkan perawatan yang lebih intensif, atau bahkan terlambat untuk ditangani.
Centre of Disease Control and Prevention (CDC) pernah merilis sebuah data hasil survei dari berbagai rumah sakit di Amerika. Ternyata, sebagian besar pasien sepsis sudah menunjukkan gejala dari sebelum mereka tiba di tempat layanan kesehatan.
Akibatnya, 1 dari 3 pasien sepsis mengalami perburukan hingga meninggal dunia selama masa perawatan.
Menanggapi hal tersebut, sebuah konsensus internasional memperkenalkan konsep skrining untuk sepis, yang disebut Quick-Sepsis Related Organ Failure Assessment (qSOFA). Tiga tanda yang ditentukan untuk mendiagnosis dini sepsis meliputi penurunan kesadaran, nafas cepat (di atas 30 kali per menit) serta penurunan tekanan darah (di bawah 90/60 mmHg). Ketika seseorang memiliki dua dari tiga tanda tersebut, maka ia sudah bisa dicurigai menderita sepsis.
Sepsis juga tidak sembarang terjadi pada sebagian orang, terlebih pada orang-orang dengan kekebalan tubuh yang prima. Kejadian sepsis justru lebih sering ditemukan pada orang-orang dengan gangguan kekebalan tubuh. Misalnya pada populasi lanjut usia, bayi, dan wanita hamil.
Sepsis juga lebih mudah terjadi pada pengidap penyakit kronis seperti HIV/AIDS, kanker, autoimun, penyakit ginjal dan penyakit liver kronis.
Lantas, apa manfaatnya mengetahui hal-hal ini dari sudut pandang kita sebagai mayarakat awam? Tentu saja peranan anda tidak kalah penting.
Kejadian sepsis pada dasarnya sangat mungkin terjadi pada orang-orang di sekitar kita. Dengan mengetahui gejala-gejala awal pada sepsis dan siapa saja yang beresiko mengidapnya, kita bisa ikut berperan aktif dalam mengupayakan penanganan dini bagi penderita sepsis.
Referensi :
1. World Health Organization. Sepsis Fact Sheets. 2020
2. Centre of Disease Control and Prevention. What is Sepsis? 2022.
3. Evans L, et al. Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of sepsis and septic shock. 2021.(***)