Top Menu

DaerahNews

BPSDA Turun ke Lapangan, Menjaga Setiap Tetes Air di Sumbawa Timur

Redaksi
Sabtu, 27 September 2025, September 27, 2025 WAT
Last Updated 2025-09-27T11:28:53Z
Bima, NTB – Dengan topi putih menahan terik matahari, Amrin, Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Wilayah Sumbawa Bagian Timur, berdiri di lahan kering Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima. Di ketinggian pegunungan ini, masyarakat sejak lama hidup dengan persoalan air yang datang dan pergi mengikuti musim.

“Kalau hujan, penuh. Begitu kering, habis. Karena itu kita gali kantong-kantong air,” kata Amrin, Sabtu, 27 September 2025.

Berbeda dengan Sumbawa Barat yang memiliki bendungan besar dan jaringan irigasi lebih baik, kondisi di Timur Sumbawa jauh lebih menantang. Meski ada bendungan, pasokan air sering tak sampai ke sawah petani. “Tidak semata iklim. Banyak jaringan sekunder dan tersier rusak, kelembagaan petani pemakai air juga belum kuat,” ujarnya.

Di Kecamatan Wawo, BPSDA membangun sembilan kantong air. Di antaranya:
Daerah Irigasi (DI) Ncanga Kai, melayani 2.500 hektare sawah

DI Sumi, 1.500 hektare

DI Madapangga dan Ketindi, masing-masing dengan tantangan geografis tersendiri

Kelembagaan petani pemakai air—P3A, GP3A, hingga IP3A—menjadi kunci keberhasilan distribusi. Namun di banyak tempat, lembaga ini tidak aktif, dan data terbaru belum dimutakhirkan. “Kalau tidak diperbarui, sulit memastikan kelembagaan berjalan baik,” kata Amrin.

Di Kabupaten Sumbawa, pemutakhiran data sempat dilakukan di Plampang. Tapi di Bima dan Dompu, proses serupa belum berjalan. Amrin menilai langkah ini penting agar distribusi air memiliki legitimasi di mata petani.
Keterbatasan anggaran juga menjadi kendala. Tahun ini, BPSDA Sumbawa Timur hanya menerima sekitar Rp5 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN, padahal kebutuhan jauh lebih besar. “Koordinasi lintas instansi kadang terhambat ego sektoral,” ujarnya.

Kondisi ini berimbas ke distribusi air. Di DI Madapangga, petani di hilir kerap mengeluh air tidak sampai. Ada juga kasus warga bersitegang karena aliran sungai tertutup keramba ikan. “Potensi konflik muncul kalau kelembagaan lemah,” kata Amrin.

Untuk sementara, musyawarah jadi jalan utama. Tokoh masyarakat, camat, kepala desa, hingga aparat keamanan dilibatkan. Namun Amrin menilai perlu ada payung hukum daerah yang lebih kuat agar sengketa air bisa diminimalisir.

Perubahan iklim membuat ketersediaan air semakin tidak menentu. BPSDA menyiapkan konservasi melalui kantong air serta mendorong pola tanam yang sesuai dengan ketersediaan air. “Kuncinya, setiap tetes air jangan sampai terbuang percuma,” katanya.

Amrin menekankan, proyek rehabilitasi tidak boleh sekadar formalitas. Petani harus dilibatkan sejak awal. “Kalau mereka merasa ikut, hasilnya lebih berkelanjutan. Kalau tidak, proyek hanya berhenti di atas kertas.”

Ia berharap pemerintah provinsi memberi perhatian lebih untuk wilayah Sumbawa Timur, baik dari sisi anggaran maupun penguatan kelembagaan petani. Baginya, peran petani juga penting: kekompakan di tingkat bawah akan menentukan keberhasilan pengelolaan air.
Dalam laporan terbarunya melalui pesan WhatsApp, Amrin menyampaikan bahwa pekerjaan pemeliharaan jaringan irigasi di DI Ncanga Kai sudah berjalan baik.
“Izin melaporkan, kegiatan pemeliharaan Saluran Irigasi Kanan DI Ncanga Kai sedang berlangsung. Alhamdulillah, untuk Saluran Irigasi Kiri sudah rampung 100 persen dan telah kami laporkan kepada Pak Kadis serta Pak Sekdis PUPR Provinsi NTB,” ujar Amrin.

“Visi kami sederhana,” kata Amrin menutup pembicaraan.
“Setiap tetes air harus sampai ke sawah, terutama untuk petani kecil di hilir.” (bgs)

TrendingMore