Sumbawa, NTB-Kebutuhan air bagi petani di Kecamatan Utan tidak semata bergantung pada curah hujan. Kerusakan saluran irigasi di Bendungan Beringin Sila menuntut koordinasi matang agar distribusi air tetap lancar dan pekerjaan rehabilitasi bisa berjalan tanpa mengganggu musim tanam.
Balai Pengelolaan Sumber Daya Air dan Hidrologi (BPSDAH) Pulau Sumbawa, UPT Pengairan Kecamatan Utan, GP3A, P3A, Pemerintah Kecamatan, dan UPB Sumbawa II menggelar musyawarah di Aula Bendungan Beringin Sila, Rabu (24/9/2025). Pertemuan menetapkan jadwal distribusi air lima hari ke depan, sebelum dihentikan sementara selama 15 hari untuk pekerjaan rehabilitasi saluran.
Kepala UPB Sumbawa II, Siswana, ST., mengonfirmasi, “Air akan dibuka mulai Rabu (24 September) pagi sampai Selasa depan, debit sekitar 2.000 liter per detik. Setelah itu, aliran dihentikan sementara selama 15 hari, baru kemudian bergulir mengikuti jadwal semula.” Musyawarah juga dihadiri Camat Utan yang menyaksikan kesepakatan jadwal distribusi.
Menurut Ahmad Nasif, ST., Kasi OPJI BPSDAH Pulau Sumbawa, jaringan irigasi Bendungan Beringin Sila sudah tua dan banyak bagian yang rusak, terutama di terjunan. “Kalau tidak segera diperbaiki, air yang dialirkan sering tersendat atau bocor sebelum sampai ke hilir. Distribusi ke sawah petani jadi tidak maksimal,” ujarnya. Dengan anggaran sekitar Rp200 juta, pihaknya hanya mampu memperbaiki 6 titik kerusakan paling parah: empat di saluran primer dan dua di saluran sekunder, semuanya berada di bagian terjunan. Kepala balai pun sedang mengamati tingkat kerusakan di jaringan irigasi.
Sulaiman, Kepala UPT Pengairan Kecamatan Utan, menambahkan bahwa aliran air lima hari ke depan mencukupi 800 hektare lahan, terutama tanaman jagung. “Setelah lima hari itu, air dimatikan sementara selama 15 hari agar pekerjaan rehabilitasi berjalan maksimal,” jelasnya. Keputusan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani semua pihak, termasuk GP3A dan P3A.
Ketua GP3A Kecamatan Utan, Majid, menegaskan bahwa keputusan musyawarah sepenuhnya menunggu persetujuan petani. “Semua pihak memahami dan menyetujui jadwal ini. Tidak ada risiko gagal panen karena air sudah dialirkan cukup sebelum pekerjaan dimulai,” kata Majid. Ia juga menyoroti banyaknya saluran yang masih berupa tanah sehingga perlu perbaikan agar air benar-benar sampai ke hilir.
Nasif menekankan pentingnya koordinasi sejak awal. “Kalau petani tidak diajak musyawarah, bisa muncul gejolak. Sepanjang ada komunikasi, pekerjaan proyek dan kebutuhan petani bisa berjalan beriringan.”
Sulaiman menambahkan bahwa pengalaman petugas lapangan dan masukan petani harus diperhitungkan dalam perencanaan teknis. “Sering kali perhitungan teknis tidak sesuai kondisi nyata, misalnya soal apur atau saluran tambahan yang tersumbat. Masukan lapangan penting agar rehabilitasi berjalan maksimal.”
Majid berharap pemerintah dan Balai SDA selalu melibatkan petani dalam setiap kegiatan irigasi. “Pekerjaan harus bagus, jangan asal-asalan. Dan air harus dijamin sampai ke hilir,” kata Majid.
Koordinasi intensif antara pemerintah, petugas teknis, dan petani menunjukkan bahwa kerja sama bisa mencegah konflik sekaligus menjaga hak petani. Air akan mengalir lima hari, kemudian dihentikan 15 hari untuk rehabilitasi, dan setelah itu jadwal distribusi normal kembali, memastikan musim tanam tetap aman dan harapan hijau di Utan tetap terjaga.(bgs)